Orang bijak sering berkata bahwa semua hal yang diinginkan berawal dari sebuah mimpi.
Berawal dari mimpi, dari apa yang tidak ada menjadi ada,
dari apa yang menjadi mimpi menjadi sebuah kenyataan..
http://imajipenulis.blogspot.com adalah salah satu media untuk mencapai mimpi-mimpi sang penulis...
Dengan imaji yang membahawa dalam pikirin mudah-mudahan bisa tertuang dalam catatan-catatan kecil di perangkat lunak ini...
wassalam...
-imaji penulis-
Kian lama menjalani hidup ini kian terasa kekurangan dan kelemahan yang dimiliki, seolah-olah menjadi bayang semu yang lambat laun menjadi fatamorgana kehidupan dan membuyarkan cita-cita kehidupan yang belum tercapai. Hanya sujud pada sang pencipta yang bisa membuat fatamorgana menjadi nyata....
“Maju tak gentar, membela yang benar, bersama PKB...
Cobloslah PKB.”
“Platform kita adalah demokrasi...
Melalaui Golkar baru, kita bersatu untuk maju...”
“Inggat 7 Juni 1999. Buka kertas suara. Lihat kekiri atas. Banteng kekar dalam lingkaran bulat, mulut putih. Coblos nomor 11: PDIPerjuangan.”
Itulah pesan iklan tiga partai politik di TV swasta, sebagian dari kampanye politik mereka untuk memenangkan pemilu tahun 1999. Unsur terpenting dari iklan-iklan politik di TV tersebut adalah slogan, jargon politik, logo partai yang semuanya memberi kesan miskin gagasan. Tidak jaughberbeda dengan kecap (Deddy Mulyana, 1999:97).
Iklan sebagai salah satu senjata media massa saat ini bukan lagi sebagai medium untuk menawarkan dan menjual produk dan jasa kepada konsumen. Lebih jauh iklan dijadikan sebagai instrument untuk memperindah agenda politik dalam ranah demokrasi khusunya di Indonesia. Penanaman citrapositif menjadi langkah para elit politik untuk mempengarui para konsumen (masyarakat). Apalagi menjelang pemilu legislative dan presiden 2009. Media massa cetak dan elektronik diserbu oleh para tokoh politik. Tak terkecuali propaganda politik calon presiden Prabowo Subianto yang dituangankan dalam berbagai iklan politik.
Staretegi iklan yang dilancarkan Prabowo saat ini bisa dibilang suatu investasi politik (politic investation). Mengusung bendera Gerinda (Gerakan Indonesia Raya), Prabowo mulai menanamkan brand image positif bagi masyarakat Indonesia. Untuk pemilu 2009 kemungkinan Prabowo untuk terpilih menjadi Presiden sangatlah kecil. Tapi untuk empat atau delapan tahun yang akan datang perangkap massa yang dibentuk melalui iklan politik saat ini akan membuahkan hasil mengejutkan. Pasalnya, melalui dukungan media massa Prabowo ingin merebut hati masyarakat dengan iklan politiknya. Masyarakat secara tidak sadar telah dihipnotis oleh program-program yang dicanangkan Prabowo dalam iklan politiknya saat ini.
Mengapa pemilu 2009 peluang Prabowo menjadi presiden sangat tipis? Hal ini sangat beralasan karena popularitas Susilo Bambang Yudoyono saat ini sedang di atas angin. Citra positif SBY begitu mendukung untuk terpilihnya kembali menjadi presiden untuk periode 2009-2014. Banyak kalangan menilai performa SBY dianggap mampu menjawab tantangan ekomomi maupun politik saat ini walaupun beberapa kebijakannya banyak menuai protes. Sedangakan rival SBY dari partai PDI-P Megawati Soekarno Putri juga bisa menjadi kerikil tajam dalam langkah Prabowo dalam menapak kursi presiden.
Kembali pada investasi politik yang dilancarkan Prabowo. Sejurus memang agenda-agendayang di usung Prabowo memihak pada rakyat dengan ekonomi menengah ke bawah. Namun di balik semua itu memunculkan beragam pertanyaan tentang kapasitas dan kemampuan Prabowo dalam menata masyarakat Indonesia. Dengan latar belakang TNI apakah dia memiliki kecakapan dalam mengurusi masalah pertanian, kelautan, hutan, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh prabowo dengan bukti yang realistis.
Disamping itu, masa lalunya yang terbelit dengan berbagai kasus HAM dimasa Orde Barujuga merupakan bumerang bagi Prabowo untuk duduk di singasana kepresidenan. Banyak masyarakat yang antipati dengan sosok Prabowo, khususnya para keluarga korban penculikan, penembakan, dan pembunuhan aktivis pada masa Orde Baru. Peliknyanya masalah yang harus dihadapi oleh Probowo menjadi jalan terjal yang harus dilewati. Namun dengan iklan politik yang positif akan mampu memoles kesalahan-kesalahan Prabowo pada masa lalu. Sejatinya, pada masa Orde Baru boleh saja peluru dan bedil menjadi senjata Prabowo dalam menumpas lawan-lawannya. Namun masa reformasi ini adalah momentum yang sangat berharga bagi Prabowo untuk menggunakan iklan politik sebagai senjata dalam menerabas lawan politiknya. Kita tunggu saja kiprahnya pada pemilu 2014 atau 2018.
Berbagai pandangan tentang eksistensi manusia dalam sistem berbangsa dan bernegara belakangan ini sudah mulai kehilangan pijakan. Awal tahun 2009 salah satu tragedi kemanusiaan terjadi di Palestina. Kritikan dan kecaman bertubi-tubi di alamatkan pada negara yang durjana. Nilai-nilai kemanusiaan seakan tidak berharga di moncong senjata tentara Israel. Motif mencari kebenaran merupakan mata rantai filsafat yang kerap kali memunculkan kepalsuan (falsity) dari nilai-nilai kebenaran manusia itu sendiri. Perjalanan panjang pencarian jati diri mengenai konsep manusia yang benar dan utuh selalu menimbulkan hal-hal yang bertentangan sehingga kebenaran hanya akan menjadi kebenaran sementara (hypo-knowledge).
Konsep Manusia Menurut Karl Marx
Konsep manusia Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis yang didengung-dengungkan Karl Marx (1818-1883) pada abad ke-19 merupakan awal dari munculnya perdebatan tentang konsep manusia yang sesungguhnya. Awalnya filsafat Marx berakar dari tradisi filsafat humanis barat yang esensinya terletak pada kepeduliannya terhadap manusia dan kesadaran akan potensi yang dimiliki manusia. Namun, tradisi itu mulai berubah sejak abad ke-20.
Erich Fromm (1990-1980) dalam bukunya yang berjudul Marx’s Concept of Man menuturkan filsafat Marx adalah sebuah proses yang diilhami oleh keyakinan pada manusia, pada kemampuan manusia untuk membebaskan dirinya dan untuk menyadari potensialitasnya. Keyakinan ini merupakan ciri pemikiran Marx yang juga mencirikan pemikiran barat, dan yang kini menjadi berbeda dan sangat ganjil.
Pandangan Marx yang tentang proses menentang alienasi manusia, hilangnya jati diri manusia, dan perubahan manusia menjadi benda memang telah lama terkubur. Namun, filsafat Marx yang melawan dehumanisasi dan otomatisasi manusia yang ‘brutal’ tersebut bisa dijadikan corong untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan kapitalisme yang dipelopori oleh negara barat. Kapitalisme barat telah menggerogoti nilai-nilai kemanusiaan yang dengan pemberian citra buruk (stigmanisasi) kepada musuh yang menghalanginya.
Praktek yang nyata dari busuknya dogmatisme barat adalah menjadikan NegaraIslam sebagai kambing hitam atas aksi-aksi terorisme yang terjadi. Selain itu dogmatisme negara sekuler seperti Israel terus berlanjut dengan membumihanguskan Negara Palestina. Suatu tindakan yang diluar batas nalar dan akal sehat manusia. Akibat agresi Israel, lebih dari 1.330 orang tewas dan 5.300 orang terlukadalam 23 hari serangan Israel ke Gaza (Kompas, 23/01/09). Hal ini merupakan pelanggaran hak-hak azazi manusia yang paling hakiki yaitu hak untuk hidup. Kekejaman, kekerasan, perang, dan penindasantidak serta merta dapat menghasilkan sesuatu kebenaran yang sejati. Perlu suatu kesadaran pikiran yang nyata dalam mencari kebenaran tersebut.
Kesadaran ‘Palsu’
Penciptaan gagasan, ide, konsepsi, tindakan dan kesadaran pada mulanya terjalin langsung dengan aktivitas pikiran antara sesama manusia dan bahasasebagai alat komunikasi dalam kehidupan nyata. Berbicara kesadaran manusia Sigmund Freud berpendapat bahwa apa yang dipikirkan manusia secara sadar adalah ‘kesadaran palsu’, yaitu ideologi dan rasionalisasi.
Lebih lanjut Freud menjelaskan bahwa dorongan utama perilaku manusia yang sebenarnya tidaklah disadari dan dorongan tersebut berakar pada dorongan libidinal manusia. Pendapat Freud diatas sangatlah mengelitikkita karena sangat bertentangan dengan teori Georg Wilhelm FriedrichHegel yang mengangap suatu kesadaran manusia merupakan sebuah kemungkinan nyata (a real possibility).
Maka sejatinya apa yang dipikirkan manusia dan apa yang menjadi kesadaran tiap manusia tentang arti sebuah kebenaran patutnya ditransformasikan menjadi kesadaran sejati. Kita harus menyadari kebenaran sebuah realitas bukan mendistorsinya dengan rasionalisasi dan fiksi. Kemampuan menyadari realitas menjadi dasar bagi kita untuk sadar akan kebutuhan-kebutuhan yang nyata dalam mendefinisikan arti kemanusiaan.
Konsep humanisme yang diusung negara barat telah membimbing kita pada salah satu konsep yang paling banyak mengundang perdebatan. Usaha mencari kebenaran tentang konsep dasar manusia telah menetaskan konsep baru yaitu konsep kekuatan (concept of force). Konsep kekuatan yang disini bisa berati pikiran, ideologi maupun senjata perang. Jadi dengan concept of force yang dimiliki sebuah negara maka hukum rimba punakan berlaku, ‘siapa yang kuat dialah yang menang’.
Sejatinya memang tidak ada kebenaran yang mutlak tentang kebenaran eksistensial manusia. Namun, dengan ilmu dan pikiran yang kita miliki seyogyanya kita dapat memilah dan memilih salah satu konsep manusia beradab. Walaupun tidak merupakan kebenaran yang hakiki paling tidak bisa mendekati kebenaran yang sejati. Mungkin tidak ada salahnya jika kita mulai memikirkan konsep manusia menurut Marx. Konsep manusia yang memberikan kebebasan dalam menentukan hidup dengan potensi yang dimilikinya tanpa harus mengejewantahkan nilai-nilai kemanusiaan. Konsep yang merindukan nilai kebebasan manusia sebagai ciptaan tuhan.